Laman

29 September 2011

Jalan Dua Jalur Diatas Kertas

Tersusun rapi dan terstruktur, naskah Visi, Misi dan Program kerja Bupati dan Wakil Bupati Solok 2010-2015, memang terlalu indah dibanding puisi remaja yang sanggup menumbuhkan motivasi. Visi, Misi dan Program kerja Bupati dan Wakil Bupati Solok itu, dari essensi tendensi, lebih sekedar acuan pembangunan. Bahkan secara hakiki merupakan pondasi untuk mencapai kesejahteraan umat Kabupaten Solok.

Tetapi dalam perjalanan kepemerintahannya --Visi, Misi dan Program kerja Bupati dan Wakil Bupati Solok yang telah di kundang-kundang selama setahun lebih-- mengharapkan dukungan dari para pemangku kepentingan, atau dalam bahasa langitnya disebut sebagai kelompok stake holder, ibaratnya seperti si bisu barasian manakala pengambil kebijakan itu sendiri -- terutama dikalangan pimpinan SKPD -- relatif tidak memaknai Visi, Misi dan Program kerja sebagai sebuah pijakan untuk melompat kesasaran utama pembangunan Kabupaten Solok.

Bukan tanpa argumentasi penilaian itu muncul, Bahkan asumsi sejumlah SKPD senantiasa bersikap skeptis pun didukung oleh analisa sejumlah sumber yang menjadi bagian dari SKPD itu sendiri.

Dengan mewanti-wanti agar jatidirnya tidak ditulis, sumber itu mengatakan bahwa kepala SKPD yang semestinya memiliki sikap responsif terhadap naskah kerja Bupati Solok itu, harusnya telah melakukan berbagai langkah inovatif guna memperlihatkan kreativitasnya sebelum akhirnya diakulumulasi menjadi penilaian kinerja.

Tetapi itulah dendang sendu di Arosuka hari ini, yang iramanya jelas tidak membangkitkan harmoni. Setidaknya genre itu dirusak oleh mental dan keangkuhan pimpinan SKPD yang cenderung menilai kualitasnya lebih baik dari ukuran rata-rata. Merasa hebat dibanding aparatur yang lain. Dan bahayanya,ketika ada kepala SKPD yang merasa hebat sendiri dan atau tidak ada orang yang cerdik dibanding dia, cenderung menanamkan anggapan bahwa Kepala daerah akan cemas kehilangan dirinya. Bupati bahkan akan malalok’an sakalok dulu kalau memang hendak mengganti yang dirinya.

Dalam kondisi seperti ini, tanpa bermaksud menilai kinerja kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kab. Solok yang digadang-gadang paling mantap mengendalikan instansi pekerjaan umum, seharusnya bertanggung jawab atas perencanaan program Infrastruktur Untuk Mendukung Pembangunan Di Segala Bidang.
“ Paling tidak Dinas pekerjaan umum telah menyiapkan grand design pembangunan infrastruktur yg komprehensif dan berkelanjutan. Tetapi mana? Harusnya tersosialisasikan,” kata Yuslir Mkd. sati, penggiat LSM Lintang Fortuna yang kerap juga mengamati program infrastruktur di daerah itu.

Senada dengan Yuslir, sumber berkompeten pada dinas PU Kab. Solok lebih spesifik mengurai soal program jalan dua jalur antara Labuah Saiyo Sukarami sampai ke Pintu Angin Lubuk Selasih. Jalan sepanjang kurang lebih 7 Km yang membentang ditengah kota Arosuka itu kelak diharapkan menghadirkan tata letak ibu Kota kabupaten yang humanis.
“ Harusnya, bersamaan dengan pembukaan jalan By Pass Lubuk Selasih, PU juga menyiapkan program jalan dua jalur, lengkap dengan kerangka pembiayaan dan skedul pengerjaannya, “ jelas sumber tersebut.

Tersebab badan jalan dua jalur berada diatas Jalur Lintas Sumatera, tentulah pembiayaannya menjadi beban pemerintah pusat.Tidak mungkin program pengembangan jalan tersebut dibebankan kepada APBD kab.Solok atau propinsi Sumbar.
“ Program jalan dua jalur ini masuk dalam RPJMD Kabupaten solok. Tetapi setelah setahun, PU telah melangkah sejauh mana? Harusnya ini menjadi perhatian. Kalau tidak jangan dimasukkan dalam RPJMD kita, “ ulasnya.

Tendensi dari argumentasi tersebut sejatinya ingin menjelaskan bahwa pimpinan dinas PU harusnya melakukan terobosan baru untuk mengaplikasikan rencana program dimaksud. Pekerjaan umum dalam hal ini harus sering mengikuti konvensi regional Sumatera. Atau Pejabat PU melakukan jeput bola dengan mengusulkan pembiayaan ke pemerintah pusat melalui Gubernur Sumbar.
“ Tetapi dia ke Jakarta, ke Jakarta juga. Hasilnya belum terlihat, “ sonsong Yuslir dalam kapasitasnya sebagai aktivis LSM.

Asumsi miring yang kemudian menimbulkan preseden kurang bagus terhadap pejabat dinas teknis itu sebanding lurus dengan sikap kebanyakan pejabat yang over confiden. Dengan tingkat kepercayaan diri yang berlebihan itulah akhirnya membuahkan kesan bahwa yang bersangkutan tidak akan bisa di bongkar pasang oleh kepala daerah karena satu paham yang melekat; tidak ada aparatur lain yang mampu menganggtikan posisinya kecuali dia.

Tetapi ironisnya, justru karena terlonsong menganggap diri hebat dan sok mantap, kinerjanya tak lebih serupa “lepas makan” saja. Perubahan yang selalu diharapkan secara signifikan ketika mengurai visi, misi dan program pembangunan, nyatanya masih tetap menjadi sebuah dokumen saja.

Ketika mencoba mengurai solusi atas persoalan ini, menurut salah seorang anggota DPRD kab. Solok Ahmad Rius, SH bahwa fenomenanya haruslah diarifi sebagai sebuah tekanan spikologis. Dinamika pikiran para pejabat di kabupaten Solok hari ini, sambung anggota Komisi A dari partai PAN itu adalah buah dari kecemasan atas isu perombakan kabinet. Akibatnya separoh pejabat berada dalam atmosfir kecemasan, sebagian lain justru over konviden. Merasa hebat sendiri. Ujung-ujungnya program yang dikembangkan seperti tergenang tidak hanyut.
“ Kalau memang harus mutasi atau merombak kabinet, ya lakukan sekarang. Bupati Solok jangan pernah mengulur-ngulur waktu untuk menjaga suasana bathin pejabat “ tutur Ahmad Rius.

Mengerucutkan persoalan kebidang pembangunan infrastruktur, instansi PU sebagai penanggu jawab program mestinya mampu mengejawantahkan khayalan kepala daerah yang telah dituangkan dalam visi-misi. Muara dari analisa demikian lebih menekankan bahwa pejabat PU dalam kaitan ini harusnya tidak memelihara sikap merasa hebat sendiri.
“ Diatas langit ada langit, jadi jangan merasa hebat sendirilah, “ tangkap ketua DPRD Kab. Solok Syafri Dt. Siri Marajo ketika dimintakan pendapatnya soal pejabat yang terkesan seperti rancak dilabuah.****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar