Laman

27 Oktober 2011

Isu Mutasi

Namanya saja isu, boleh di dengar, boleh tidak. Dengan serius atau bahkan sekedar basa-basi, dan atau tidak usah dipercaya sama sekali. Isu relatif mirip kabar burung. Bisa juga kabar angin yang dihembus sepoi-sepoi oleh orang per orang. Tetapi tidak masuk akal kalau kemudian isu menyangkut mutasi tidak dipercayai sama sekali. Apalagi isu tersebut bersumber dari orang yang berkompeten untuk melakukan pergeseran jabatan itu. Maka percaya atau tidak, isu mutasi, hari ini, memang tengah menghiasi atmosfir kepemerintahan Kabupaten solok. Meski volumenya tidak sebising isu resufle yang tengah mengoyak kuping sejumlah menteri di pemerintahan Presiden SBY.
Namun secara semangat, sepertinya isu mutasi menteri tentulah menjadi momen yang perlu ditangkap oleh Bupati solok Syamsu Rahim. Karena logikanya, pemilihan menteri yang salah berdampak besar terhadap penurunan kualitas kinerja presiden. Hal itu juga berlaku bagi Bupati, para kepala SKPD yang salah sangat berdampak bagi kesuksesan program dalam menjalankan Renstra dan Renja pada masing-masing Dinas yang dipimpinnya.
Kita tentu tidak boleh menuding satu persatu, atau kasus per kasus atas kelemahan SKPD dimaksud. Apalagi yang berkompeten dalam menilai soal ini hanya Kepala Daerah. Bupati dan Wakil Bupati solok yang bisa menentukan, berhasil atau tidaknya. Tetapi dari gambaran umum, rata-rata SKPD saat ini memang hanya sekedar menjalankan program konvensional. Hasilnya pun rata-rata air saja. Kepahitan ini harus dikatakan, untuk kemudian bisa melakukan evaluasi atau bahkan perombakan sekaligus.

Meski ada kepala SKPD yang bersikukuh menyoal tentang indikator apa yang dipakai untuk menentukan rancak tidaknya kinerja seseorang, atau instrument apa yang digunakan untuk mengatakan bagus atau kegagalan kepala SKPD, maka seharusnya bukan masyarakat yang menilai. Bahkan sebagai orang awam, masyarakat hanya bisa melihat tentang terobosan apa yang telah dilakukan hingga setahun lebih pemerintahan Bupati dan Wakil Bupati Solok periode 2010-2015?
Pertanyaan ini bisa lebih menggigit ketika membuka dokumen RPJMD Kabupaten Solok yang mengurai tentang rencana pengembangan kota Arosuka melalui program pembangunan jalan dua jalur di depan kantor Bupati Solok.

Untuk program yang kelak dibayangkan bakal menjadi proyek mercusuar ini, apakah pihak PU telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang nanti akan terkena dampak perluasan jalan? Pertanyaan berikutnya tentu soal sumber dana, tahapan pengerjaan dari fase ke fase dan bahkan soal jadwal peresmiannya pun, seharusnya sudah tergambar dalam Renstra dinas PU kabupaten Solok.

Ini baru satu rencana dari sekian banyak program yang menjadi obsesi Kepala Daerah yang di ketengahkan. Dari dinas lain pertanyaan serupa juga cukup relevan dipertanyakan, bahkan di persoalkan oleh kepala daerah sendiri. Pertanyaan itu tentu menyangkut Renstra (rencana strategis) dan Renja (Rencana Kerja) dalam 5 tahun ke depan itu. Dari pemotretan itu kelak akan diperoleh gambaran kesuksesan RPJMD itu sendiri, dan sekaligus akan tergambar kegagalan ketika materi renstra itu tidak tercapai. Untuk soal ini, tentu Bupati Solok akan lebih mengerti. Dan karena itu pula, yang bisa menentukan pilihan-pilihan atas perombakan pejabat dimaksud, pula adalah Bupati Solok sendiri.

Tetapi, apa benar penting dilakukan evaluasi? Mungkin perlu, mungkin pula tidak. Perlu, ketika komitmen tiada henti itu sudah dirasakan berhenti menyatu dengan kepala dinas bersangkutan. Apakah masih ada kesamaan tujuan untuk memperbaiki diri dankemudian sama-sama menjunjung tugas sebagai pelayan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan. Dan tidak perlu, ketika komitmen itu semakin tebal untuk bersama-sama memperbaiki daerah ini. Yang tahu soal ini, juga Bupati Solok.

Perkara evaluasi ini kembali mengemuka ketika dihadapan pegawai kantor Bupati Solok, sekali waktu, Syamsu Rahim pernah mewacanakan perombakan kabinetnya dengan tujuan memberi daya kejut terhadap kinerja para pejabat. Tetapi lantaran rencana perombakan itu hanya berlalu sebagai wacana dalam waktu yang tidak menentu, praktis keinginan Bupati solok itu kemudian berkembang menjadi sebatas isu.
Tetapi justru isu itulah yang meudian menjadi boomerang. Menurut anggota Komisi A DPRD Kabupaten Solok, Ahmad Rius. SH, isu mutasi telah menghadirkan kegelisahan dilingkungan pejabat. Mereka bahkan seolah berada dibawah tekanan psykologis. Karena alasan itu, Ahmad Rius kemudian mengharapkan Bupati Solok mengarifi gejala itu.
“ Kalau benar akan dilakukan mutasi, atau merombak kepala SKPD, lakukan sekarang. Tetapi kalau tidak, beri juga kata-kata penyejuk. Tanpa statemen itu, wacana perombakan kabinet akan selalu menjadi isu, “ tutur ahmad Rius disepotong siang.

Tentu bukan tanpa argumentasi Politisi PAN itu mengeluarkan pendapat. Analisa terhadap kondisi terseut telah cukup mewakili ketidak nyamanan para kepala SKPD dalam bekerja. Mereka kebanyakan seolah berada dalam kepasrahan. Mereka cenderung berpikir kapan masanya akan diganti tagak. Anggapan itu kemudian melahirkan suasana kerja yang tidak enjoy. Mereka seolahberada dibawah tekanan psykologis..

Atas argumentasi itu, Ahmad Rius kemudian lebih menyarankan adanya kebijakan, atau bahkan bisa jadi keberanian Bupati Solok untuk segera melakukan atau tidak melakukan mutasi, tetapi tentu dengan mengeluarkan statemen yang bisa dijadikan pegangan untuk penanggulangan mental para pejabat. Jangan dibiarkan berlalu seperti sekarang ini, tergenang tidak hanyut, bahwa sudah hampir tiga bulan, selalu tersiar dari mulut ke mulut tentang isu mutasi ini. Kalau begini terus, kapan pembangunan akan terlaksana. Sementara mereka tetap dicemaskan oleh isu mutasi yang kemudian melahirkan sikap apatis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar