Laman

18 September 2011

Mengurai Kosentrasi Kunjungan Pasar Raya Solok

Kemacetan ternyata tidak hanya milik kota-kota besar. Kesemrawutan juga tidak identik dengan kota metropolitan. Kota-kota kecil seperti Solok, misalnya, juga tengah menikmati trend kemacetan. Pemerintah kota setempat, kelihatan seperti kewalahan atau bahkan bisa dikatakan ilang akal untuk mengurai kusut masai kondisi kota yang terkesan terus mengecil akibat pertambahan pengunjung. Suasana kota Solok hari ini, harusnya tidak serumit yang dibayangkan, sama tidak boleh mengatakan gampang untuk mengelolanya.

Kota Solok hari ini, saban sore hingga lepas waktu magrib, arus kendaraaan terus menguasai badan jalan. Sementara kebutuhan masyarakat akan transportasi terus meningkat. Kota Solok telah menunjukkan dirinya sebagai kota salah urus. Salah satu penandanya adalah kemacetan semakin tidak terbendung. Suasana itu semakin basilemak dengan lokasi parkir yang seolah berebut lahan dengan pedagang kaki lima kala sore menjeput kelam.
“ Sepertinya Pemkot Solok tidak bekerja ya? Kalaupun ada aktivitas, kecendrungannya mengikuti pola kerja konventional. Mengerjakan apa yang telah ada saja. Hampir tidak ada inovasi, “ aku Masrizal, salah seorang prantau Solok yang menyempatkan pulang kampung hari raya Idul Fitri tempo hari.

Ungkapan salah urus, tidaklah berlebihan. Sangat realitis, jika dihubungkan dengan sejumlah kesan yang diungkapkan oleh banyak pengunjung. Mereka umumnya menilai kemacetan Solok justru karena pejabat kota yang tidak cerdas dalam pengelolaan manajeman tata ruang kota. Bukan untuk mengungkap borok pemerintah kota, tetapi kenyataan mengatakan perkembangan warna kota tidak beranjak dari tahun ke tahun. Sebagai kota perdagangan, kota Solok mestinya mengusai pusat perbelanjaan di sejumlah titik yang masih memungkinkan untuk dikembangkan. Tidak melulu membangun fasilitas perbelanjaan di sekitar pasar raya Solok.

Tetapi kesan yang ada saat ini, dinamika kota Solok hanya di seputaran pasar Raya. Kalaupun menyebar hanya terlihat disepanjang pertokoan bundo kandung dengan segala persoalannya, termasuk areal parker yang tak berketentuan di pinggir jalan. Suasana seperti ini juga sudah menjadi kebiasaan di ruas Jalan Soekarno Hatta, Ratusan kendaraan terlihat antri hingga akhirnya membeku tiada gerak.

Terhadap desah buruk kota Solok, Wakil Wali Kota setempat Zul Elfian yang sengaja dijumpai di ruang kerjanya, Selasa pekan lalu, mengaku bukan tidak gelisah dengan kondisi seperti itu. Ia bahkan sangt menyadari kota Solok tidak bisa diperbiarkan seperti itu tanpa adanya perbaikan dengan berbagai langkah cerdas.
“Kita senang kota solok berkeembang sebagai bentuk pergerakan perekonomian yang tinggi. Tetapi dibaliknya juga menyimpan kegelisahan terhadap kesemrawutan, “ kata Zul Elfian.

Untuk mengurai kusutnya arus transportasi di jantung kota yang berhimpitan dengan kemacetan lalu lintas, ke depan pihak pemko bakal membuka jalur simpang bioskop raya menuju stasiun keretapi.
“ Dengan alternative perluasan jalan lingkar pusat kota itu diharapkan kesemrawutan akan bergeser lapang, “ tuturnya.
Ditengarai, kesemrawutan kota solok juga dipicu oleh Pertambahan jumlah penduduk. Fenomena itu salah satunya disebabkan oleh faktor teori ada gula ada semut. Ketika gairah ekonomi semakin meningkat, akan memicu orang untuk datang mengadu nasib. Hal ini menimbulkan dampak adanya kepadatan penduduk, yang berimplikasi kepada masalah-masalah pemenuhan kebutuhan.

Menjawab soal wacana penyebaran titik kosentrasi kunjungan pasar sampai ke wilayah terminal Bareh Solok, Wakil walikota Solok yang notabene mantan Aisten II Setdako setempat mengaku tetap terbuka program pengembangan kearah itu. Bahkan untuk mengakali tersumbatnya keramaian di seputar pasar raya, pihak pemo telah mencadangkan lahan seluas 1 hektar untukpengembangan pasar grosir di sebelah terminal bus yang seolah mati suri itu.
“ Kita ke depan memprogramkan pasar grosir di lahan 1 hektar yang telah dicadangkan untuk itu, “ paparnya.
Namun dengan pembangunan pasar grosir saja tentu belum mampu mengurai kusut masai pasar raya Solok yang melahirkan kesemrawutan di sepanjang pertokoan Bundo Kandung. Kondisi tak berketentuan itu juga dapat dirasakan di sepanjang jalan Soekarno hingga ke simpang denpal, sama kusutnya dengan jalur transpormasi arah ke air mati dan atau ke ruas Pandann ujung.
Kepadatan lalu lintas itu semakin mengkrital pada setiap bulan ramadhan danpuncaknya terjadi saat lebaran tiba. Suasana jantung kota Solok benar-benar berada di titik jenuh kemacetan.

Dalam suasana seperti itu, sangat kuat argumentasinya kalau kemudian ada yang menyebut aparat Pemko Solok seolah tidak bekerja. Pejabat Pemko Solok bahkan seperti gembira melihat kota yang penuh sesak dan seolah hanya ingin menyebut bahwa kota Solok benar-benar telah maju pesat.
Seyogyanya, dalam memaknai refleksi 1 tahun kepemerintahaan Wali Kota-Wakil Walikota Periode 2010-2015, Pemko Solok telah mulai memikirkan bagaimana mengurai kosentrasi kunjungan pasar raya kewilayah Terminal Bareh Solok dengan cara membenahi segitiga jalan protokol antara Pandai Air Mati ke Simpang Lampur Merah By Paas Simpang Rumbio – Simpang Pandan Ujung dan kembali ke jalan depan Bioskop Karia.
Dengan kebijakan membenahi jalan dimaksud menjadi ruas dua jalur, yang dikuatkan dengan penataan tata ruang wilayah, kelak diyakini dengan asendirinya para pedagang akan menyebar dan dengan sendirinya arus kunjungan konsumen juga akan terpecah dan tidak lagi terpusat di sekitar pasar raya Solok. Tapi kalaupun gagasan ini dianggap sebuah keniscayaan, setidaknya kita telah berpikir untuk perubahan kota Solok ke depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar