Laman

22 Januari 2011

Kasus Cerai Tinggi di Kab. Solok

Solok--Kasus perceraian dua tahun terakhir di Kabupaten Solok terus menunjukkan peningkatan signifikan. Tingginya kasus ini lantaran masalah ekonomi menjadi pemicunya. Akibatnya, rumah tangga disharmonisasi serta berujung cerai di pengadilan agama.
"Yang banyak menggugat cerai adalah sang istri. Penyebabnya, suami dituding tak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga," sebut Ketua Pengadilan Agama Negeri Kabupaten Solok, Drs. H. M. Nasir S. MHI., di Kotobaru, Selasa (18/1). Dikatakan, peningkatan kasus perceraian terjadi sekitar 50 persen dibandingkan dengan tahun 2009 dan 2010 lalu. Peningkatan itu merupakan ancaman serius terhadap keutuhan rumah tangga, apalagi yang melakukan gugat adalah kaum istri atau ibu-ibu. Ini juga menjadi persoalan serius bagi suami yang dinyatakan tidak mampu menafkahi rumah tangganya..

“Terjadinya perceraian erat kaitannya dengan masalah kemiskinan," tutur M. Nasir menambahkan.

Dijelaskan, persoalan ekonomi yang semakin hari terus semakin meningkat menjadi beban bagi kehidupan rumah tangga. Terlebih lagi, kemiskinan dapat pula dikatakan sebagai biang dari munculnya masalah cerai. Selain itu, suami belum mampu menggenjot kebutuhan rumah tangga, sehingga istri mengajukan gugatan cerai, apalagi biaya hidup yang kian tinggi.

Di samping itu, perceraian akibat kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak begitu menonjol. Begitu juga penyebab lain seperti masalah perselingkuhan tidak begitu dominan menjadi pemicu cerai.

Yang paling dominan justru masalah ekonomi tadi. Bila diperkirakan, 70 persen kasus perceraian adalah murni akibat ekonomi. Kemudian, 20 persen merupakan kasus KDRT dan 10 persennya lagi lantaran kasus biasa seperti campur tangan pihak ketiga.

"Tahun 2009 ada 290 kasus cerai. Tahun 2010 naik menjadi 416 kasus. Diharapkan, tahun ini kasus perceraian bisa ditekan jumlahnya. Ini harapan kita," pintanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar