Laman

20 Januari 2011

Kabinet (Bukan) Basa Basi

ENTAH siapa yang berani mempopulerkan istilah Nol Kilometer di jajaran Birokrasi, karena sejatinya sebutan ini lebih berguna untuk mengukur kecepatan sebuah kendaraan, paling tidak berguna bagi pemakai kendaraan. Tetapi istilah Nol Kilometer sekarang menjadi hangat, terutama pasca restrukturirasi OPD (Organisasi perangkat Daerah), maka suka tidak suka, para pejabat yang nongkrong di singgasananya saat ini cenderung menyebutnya dalam suasana nol kilometer untuk kemudian berpacu memperebutkan mahkotanya?

Di kabupaten Solok, suasana nol kilometer juga menjadi topik harian dari banyak kalangan. Gaungnya bahkan sampai mencucuk telinga lantaran ujung-ujungnya adalah agenda mutasi. Dalam situasi seperti itu, iklim Kayu Aro yang biasanya sejuk cenderung berubah panas dingin lantaran banyak pejabat yang kasak kusuk memikirkan nasibnya, apakah masih terpakai atau tidak dalam barisan kabinet SR-Desra jilid II nanti.

Terlebih melihat raut “muka” pejabat di jajaran Pemkab Solok yang dilantik pada gelombang pertama, disamping sukses menggusur orang-orang tertentu karena tuduhan bukan tim sukses, SR dan Desra bahkan memilih mempercayai pejabat yang buram masa lalu kinerjanya.

Dan sekarang, saat momentum nol kilometer tiba, banyak masyarakat berharap terhadap Bupati dan Wakil Bupati Solok, agar pada fase resufle pejabat di jajaran Pemkab. Solok pasca perampingan OPD, pengangkatan dan mempercayai pejabat mestinya mengedepankan filosofi alue jo patuik, bukan sebaliknya, yang patuik dialue yang bakal dipercaya. Parameter-parameter terhadap itu harus jelas berdasarkan track record, kinerja,kualitas dan segala macam instrument yang mengiringi azas kompetensi dan kapabelitas mereka.

Seorang ketua DPRD Kabupaten Solok Syafri Dt. Siri Marajo bahkan sampai-sampai seperti meminjam tagline sebuah iklan rokok untukmengingatkan hal itu. Bukan basa basi, kata Ketua DPRD yang suka dipanggil angku ini. Ia separoh berteriak di gedung dewan, bahwa pelantikan pejabat kabupaten Solok nantinya jangan lagi berdasarkan kedekatan atau balas jasa dan basa basi lagi. Sudah habis basi-basi, tegasnya.

“Jangan korbankan daerah atau mendahulukan kepentingan karena basa basi, “ kata angku Dt. Siri Marajo

Hakikinya, mutasi kali ini jangan lagi ada nuansa politis, atau penempatan pejabat lantaran dasar suka atau tidak suka. Mutasi lebih mengedepankan unsur profesional, kebutuhan, kompetensi pejabat dan moralitas yang luhur. Namun dibelahan gedung eksekutif sana, jelang mutasi pejabat eselon II, III dan IV yang bakal berlangsung pada Senin, tanggal 24 Januari 2011 nanti, suasana kasak-kusuk, mencari muka dan mencuri hati pimpinan tentu saja tidak menghiraukan kaidah-kaidah etika birokrasi. "Sekarang tak ada lagi kabinet basa basi. Tapi, lebih menguatamakan kemampuan dan kinerja," ulang Ketua DPRD Kabupaten Solok, Syafri Dt. Siri Marajo kepada Singgalang di Arosuka, Rabu (19/1). Kendati mutasi sepenuhnya merupakan kewenangan pembina kepegawaian, dalan hal ini adalah kepala daerah, tapi mutasi bagi pejabat yang dilakukan tetap melihat kinerjanya. Bukan faktor kedekatan lagi. Lebih dari itu, ada sikap objektif dalam penempatan jabatan, apalagi PP No 41 Tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah, benar-benar dicermati secara jelimet, terutama dalam menempatkan seorang pejabat.

Seruan yang sama dilontarkan oleh Hendri Dunant S.Sos. Anggota DPRD Kabupaten Solok bertubuh subur itu menyatakan, selain mengacu pada aturan yang ditetapkan dalam pengangkatan seorang pejabat, Bupati sebagai kepala daerah mesti kembali mengkaji aspek patut dan keadilan. Porsi adil benar-benar mencerminkan sesuatu pada tempatnya. Tidak boleh asal-asalan, apalagi karena balasan jasa dalam Pikada lalu. akhirnya, kala dicermati dengan sensitifitas, ternyata pengangkatan pejabat selepas Pilkada dulu, porsi pembagian 'kursi' lebih dominan untuk wilayah Selatan. Ditengarai, 90 persen pejabat yang diberi jabatan berasal dari Selatan Kabupaten Solok.

Karena alasan itu, untuk menghindari prasangka banyak makna, keputusan memutasi pejabat hendaknya benar-benar melalui kajian Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Maksudnya, serupa yang disampaikan Hendri Dunant pula, harus dijelaskan alasan kenapa mengangkat seorang pejabat, tidak lagi memakai kacamata like and dislike. Pengangkatan pejabat juga mesti banyak pertimbangan. Misalnya, untuk pejabat eselon II mesti memenuhi syarat kepangkatan.

Kita tentu berharap Bupati dan Wakil Bupati tidak terkesan memaksakan siapa menjadi apa, karena masa balas jasa itu sudah berlalu. Semoga.-Yasrizal-